Kamis, 20 Maret 2014

BAB VI B.2. Hawar Daun (Rhizoctonia solani Kuhn.)

2. Hawar daun (Rhizoctonia solani Kuhn.)


a. Tanaman inang: melati, hidrangea, soka, tanaman sayuran seperti selada, kentang, cabai, tomat, kubis, gulma (rerumputan)

b. Gejala serangan
Terdapat bercak besar yang berbatas tidak teratur pada daun melati. Bercak tersebut berwarna coklat dan dapat meluas dengan cepat sehingga membusukkan daun. Bila lingkungan sangat lembab, maka pada sisi bawah daun sering terlihat adanya benang-benang kecoklatan yang sangat halus seperti sarang labah-labah.

c. Epidemiologi
R. solani berkembang dalam tanah jika terdapat banyak bahan organik, dan populasinya akan makin tinggi jika dari tahun ke tahun di lahan yang sama ditanami tanaman yang rentan. Jamur menular ke daun jika daun bersinggungan dengan daun yang terinfestasi, atau jika daun terpercik air hujan yang membawa tanah
berjamur.

d. Pengendalian

1) Kultur teknis
a) Diusahakan agar kondisi pertanaman tidak terlalu lembab.
b) Sanitasi kebun dengan membersihkan dari gulma.
2) Mekanis
Pemotongan bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan

3) Kimiawi
Sebelum aplikasi fungisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan fungisida sebagai-mana tercantum dalam lampiran

BAB VI B. Penyakit Bunga Melati

B. Penyakit Bunga Melati

1. Bercak kuning Xanthomonas campestris pv jasminii


a. Tanaman inang: J. sambac, J. undulatum, J. multiflorum.
b. Gejala serangan
Munculnya bintik-bintik hijau di permukaan daun bagian bawah. Bintik-bintik tersebut makin lama makin banyak dan tersebar merata pada seluruh permukaan daun bagian bawah. Tahap berikut¬nya bintik hijau yang berukuran lebih besar beru¬bah warna hijau kekuning-kuningan. Perubahan terus berlanjut hingga muncul warna kuning di sekitar bintik (klorosis) yang selanjutnya diikuti pula oleh munculnya bintik-bintik kuning di permukaan daun bagian atasl Bintik kuning ma- kin jelas dan penguningan daun di sekitar daerah terinfeksi makin meluas dengan bertemunya bintik penyakit satu dengan yang lain.

Pada pusat nekrosis selanjutnya berubah wa erat rna lagi menjadi coklat. Bila serangan b menyebabkan 80 % permukaan daun mengalami nekrosis, jumlah bintik kuning tersebar merata di seluruh permukaan daun dan daun mudah rontok. Pada beberaPa kejadian akibat serangan penyakit ini, daun melati mudah diserang juga oleh patogen sekunder, baik yang berasal dari jarnur maupun bakteri.

c. Epidemiologi
Patogen ini mempunyai sel berbentuk batang pendek, tidak berspora, moth, flagella pollar, Gram negatif. Warna koloni pada media nutriennya adalah kuning, hipersensitivitas positif (48 - 72 jam), dengan masa inkubasi 43 - 48 hari setelah inokulasi (di rumah kaca) dan ± 30 hari di lapangan. Penyakit berkembang hebat pada Jasminum sambac pada musim hujan.

d. Pengendalian

1) Kultur teknis

a) Menggunakan varietal yang tahan terhadap penyakit. Misalnya Jasminum officinale.
b) Mengatur jarak tanam (jangan terlalu dekat).
c) Pemupukan berimbang sesuai dosis anjuran dan sanitasi lingkungan.

2) Mekanis
Memangkas bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan.

3) Sebelum aplikasi fungisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan fungisida sebagaimana tercantum dalam lampiran.
penyakit Bunga Melati Selanjutnya adalah Hawar daun (Rhizoctonia solani Kuhn.)

BAB VI A.5. Kutu putih (Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti)

5. Kutu putih (Pseudococcus longispinus Targioni Tozzetti)


Ordo : Homoptera
Famili : Pseudococcidae

a. Tanaman inang :
Hama ini tersebar luas dan merupakan hama penting pada tanaman buah dan tanaman hias seperti melati, gladiol, kaktus, dan anggrek, sedap malam, drasena, kordyline.

b. Gejala serangan
Hama ini biasanya dijumpai pada permukaan bawah daun atau pada sudut petiole. Pada populasi tinggi hama tersebut bergerombol seperti gumpalan kapas dengan embun madu yang lengket sehingga merusak penampilan tanaman. Disamping itu, P. longispinus juga mengisap cairan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu. Pada populasi tanaman menjadi layu bahkan mati.


BAB VI A.4. Trips (Chaetanaphothrips (Scirtothrips) signipennis Bagn.)

4. Trips (Chaetanaphothrips (Scirtothrips) signipennis Bagn.)

Ordo : Thysanoptera
Famili : Thripidae
a. Tanaman inang : melati, krisan, pisang.

b. Gejala serangan
Populasi hama ini dapat meningkat pada musim kemarau, sebaliknya pada musim hujan populasi akan turun. Trips merusak tanaman dengan cara memarut atau merobek jaringan daun atau bunga lalu mengisap cairan tanaman yang ke luar. Bekas parutan terlihat berwarna keperak-perakan kemudian menjadi coklat dan akhirnya bagian jaringan tanaman tersebut mati. Pada tanaman melati trips bersembunyi di helaian bunga. Ukurannya sangat kecil dan bekas serangannya tidak mudah terlihat sehingga hama ini kerap luput dari perhatian petani.

c. Biologi
Trips merupakan sejenis serangga yang berukuran kecil (1 - 2 mm). Tubuhnya langsing dan berwarna hitam, kadang-kadang dengan bercak atau pita merah. Nimfa biasanya berwarna kuning pucat, lebih menyukai makan bagian bunga dan kuncup.
Ciri khas dari serangga ini adalah dua pasang sayap yang kecil memanjang yang dihiasi dengan rumbai-rumbai halus yang agak panjang. Alat mulutnya termodifikasi untuk mengoyak atau memarut permukaan tanaman dan mengisap cairan tanaman yang keluar. Bekas pada jaringan tanaman tersebut dapat menjadi jalan masuk bagi infeksi penyakit bakteri atau cendawan. Beberapa jenis trips telah diketahui perannya sebagai vektor virus.

d. Pengendalian

1) Mekanis
Pemasangan perangkap likat IATP (Insect Adhesive Trap Paper) berupa kertas lembaran tahan air berwarna kuning yang telah diberi perekat. Warna kuning disukai oleh hama trips. Memangkas bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan.

2) Biologis
Pemanfaatan musuh alami dari jenis Coccinellidae yaitu kumbang macan.

3) Kimiawi
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan insektisida sebagaimana tercantum dalam lampiran.

Serangan Hama Melati Selanjutnya Click Disini  Kutu putih (Pseudococcus longispinus Targioni¬Tozzetti

BAB VI A.3. Ulat Nausinoe (Nausinoe (LepyrOdes) geometralis Gn.)

3. Ulat Nausinoe (Nausinoe (LepyrOdes) geometralis Gn.)

Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae

a. Tanaman inang : J. sambac, J. officinale, J. multiflorum.

b. Gejala serangan

Hama ini merupakan hama penting kedua yang merusak tanaman melati dengan cara yang sama dengan P unionalis, yaitu dengan memakan daun dan bunga melati.

c. Biologi
Serangga dewasa berupa ngengat mempunyai sayap berwarna coklat dengan corak khas yaitu berbintik-bintik transparan. Rentang sayapnya ± 24 mm dan panjang badan rata-rata 12 mm. Ngengat betina meletakkan telur pada permukaan bawah daun satu persatu atau berkelompok sebanyak 2-5 butir. Telur berbentuk bulat pipih berwarna bening (transparan) dengan diameter

± 1 mm. Telur menetas setelah 3-6 hari dan larva yang berwarna hijau bening mulai memakan jaringan daun.


Gambar: Imago Nausing geometralis Gn.. (F. Balithi)


Bentuk, warna dan cara makan larva ini mirip dengan larva P unionalis. Masa larva berlangsung selama ± 17 hari. Larva dapat mencapai panjang maksimun 22 mm. Pupa yang berwarna hijau dengan panjang 11 mm menjadi ngengat dalam waktu 6 hari. Ngengat serangga hama ini dapat hidup sampai ± 5 hari.

d. Pengendalian
1) Mekanis
Memangkas daun-daun yang terserang dan kemudian dimusnahkan.
2) Biologi
Menggunakan jamur parasit Beauveria bassiana. Aplikasi pada sore hari, dengan frekuensi seminggu sekali.
3) Kimiawi
Sebelum aplikasi insektisida, dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftal dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan insektisida sebagai-mana tercantum dalam lampiran.
Memangkas daun-daun yang terserang dan kemudian dimusnahkan.

Hama Tanaman Bunga melati Selanjutnya adalah Trips (Chaetanaphothrips (Scirtothrips) signipennis Bagn.)

BAB VI A.2. Penggerek bunga (Hendecasis duplifascialis Hmps)

2. Penggerek bunga (Hendecasis duplifascialis Hmps)

2. Penggerek bunga (Hendecasis duplifascialis Hmps)
Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae

a. Tanaman inang : J. sambac, J. officinale
b. Gejala serangan
Hama ini menyerang tanaman melati dengan cara menggerek atau melubangi kuncup bunga sehingga gagal mekar. Kuntum bunga yang terserang menjadi rusak dan kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh cendawan sehingga menyebabkan bunga busuk.

c. Pengendalian
1) Mekanis
Memangkas bagian tanaman yang terserang dan dimusnahkan

2) Biologis
Memanfaatkan musuh alami yaitu parasitoid Phanerotama hendecasisella Cam.

3) Kimiawi
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan insektisida sebagaimana tercantum dalam lampiran

Hama Bunga Melati Selanjutnya adalah Ulat Nausinoe (Nausinoe (LepyrOdes) geometralis Gn.)

Hama Dan Penyakit Bunga Melati

A. Hama Bunga Melati

1. Ulat Palpita (Palpita unionalis Hubn)

Ordo : Lepidoptera
Famili : Pyralidae

a. Tanaman inang : Jasminum sambac, J. Officinale

b. Gejala serangan
Ulat merusak tanaman melati dengan cara memakan daun muda dan pucuk tanaman. Dengan bertambahnya umur larva, daun-daun melati yang tersisa direkatkan satu sama lain dan digunakan untuk membentuk kepompong. Akibatnya, tanaman melati gagal membentuk bunga karena bagian pucuk tanaman rusak sehingga produksi bunga menurun. Selain itu, tampilan tanaman menjadi tidak menarik sehingga tidak dapat dijual sebagai tanaman pot

Gambar: Kerusakan Daun Melati Akibat serangan ulat Palpita Unionalis Hubn






c. Biologi
Ulat berwarna hijau mengkilap agak transparan, panjangnya dapat mencapai 11 mm. Ulat biasa-nya mengeluarkan benang-benang halus berwar¬na putih yang digunakan untuk menggulung daun atau menjalin jaring halus tempat ulat tersebut bersembunyi dan memakan daun melati. Stadia larva berlangsung selama 22-25 hari.

Gambar: Imago Palpita Unionalis Hubn

Gambar: Ulat Palpita Unionalis Hubn


Selanjutnya ulat membentuk kepompong yang berwarna hijau atau cokelat dengan panjang sekitar 12 mm.
Setelah 15-19 hari, kepompong berubah menjadi ngengat yaitu sejenis kupu-kupu, jika hinggap pada daun atau tempat lain sayapnya direntangkan sejajar dengan tempat hinggapnya. Panjang badan ngengat 14 mm, sedangkan rentang sayapnya 27 mm. Badan dan sayap berwarna putih dengan barisan bulu halusberwarna cokelat pada bagian tepi sayap depan dan ujung ekornya. Serangga betina meletakkan telur yang berwarna bening, berbentuk pipih dengan diameter sekitar 1 mm di permukaan bawah daun.

d. Pengendalian

1 Mekanis
Pemotongan daun-daun tanaman yang terserang, kemudian dimusnahkan.

2 Biologis
Memanfaatkan musuh alami yaitu parasitoid pupa Brachimeria euploeae Westw. (Diptera: Chalcididae), Xanthopimpla punctata (F) (Hymenoptera: lchneumonidae). Sebagai parasitoid larvanya dapat meman-faatkan Apanteles taragamae vier. dan Chelonus tobonus Son. (Hymenoptera : Braconidae).

3 Kimiawi
Sebelum aplikasi insektisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila diperlukan. Pestisida yang digunakan telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian. Dapat digunakan insektisida biologi Bacillus thuringiensis Ber.

Menggunakan insektisida botani/nabati yang dibuat dengan cara menghaluskan daun atau biji tanaman famili Annonaceae dan Meliaceae sampai menjadi tepung. Bahan-bahan tanaman tersebut adalah daun mindi (Melia azedarach), daun culan (Aglaia odorata), biji srikaya (Annona squamosa), biji sirsak (Annona muricata), dan biji buah nona (Annona reticulata). Selanjutnya bahan ini diaduk dengan bantuan pelarut organik (aseton) hingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar dibuat menjadi formulasi cair yang dapat diaplikasikan di lapang dengan konsentrasi ekstrak 0,25 % b/v (g/100 ml air)